Istri Sholehah : Mutiara Tak Ternilai Harganya

Sumber : pixabay.com
Setiap wanita yang berstatus sebagai seorang istri, tentunya punya segudang pengalaman dan cerita berbeda dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Tak terkecuali diriku yang telah menyandang gelar sebagai istri. Di awal pernikahan, hidup dengan seorang laki-laki yang baru saja kukenal dan menjadi suamiku saat ini, tentunya banyak sekali tantangan yang harus di hadapi. Mulai dari pikiran, aktivitas, sikap dan tindakan yang berbeda diantara kami. Semuanya memang perlu adaptasi. Saling memahami menjadi salah satu kunci. 


Kami pun sempat menjalani LDM (Long Distance Married) selama kurang lebih 4 bulan, karena saat itu, suamiku masih bekerja di Kantornya yang berada di Jakarta Pusat. Skenario dari Allah memang tiada terduga, selepas mengabdi selama 4 bulan disana, ada  periode perubahan penempatan bekerja, kebetulan saat itu dia juga baru saja menyelesaikan tugas belajarnya. Akhirnya dia mengajukan pindah untuk mengikutiku ke Kota Bengkulu. Alhamdulilah, di bulan ke 5, kami sudah mulai tinggal bersama.
Ketika menceritakan hal ini, terkadang aku senyum-senyum sendiri ketika mengingat masa-masa awal pernikahan kami. Satu tahun ibarat masa training bagi kami untuk saling menjajaki dan mengenali semua tingkah laku, kepribadian serta karakter keluarga masing-masing. Karena orang tuanya kini adalah orang tuaku juga, maka aku pun memperlakukan mertuaku sama baiknya dengan ibu bapakku sendiri. 
Sumber : Aku dan Suami
Salah satu hal yang cukup menarik adalah dari intonasi yang berbeda ketika bicara. Intonasiku sedikit tinggi ketika berbicara, hal itu sempat ia anggap berteriak. Berbeda dengannya yang tenang dan pelan ketika berbicara. Ia pun seringkali mengingatkan agar aku dapat merendahkan intonasiku ketika berbicara. Saat itu, aku sedikit protes, lantaran memang caraku berbicara begitu. Ia hanya tersenyum sembari berkata, “Coba saja dilakukan, nanti akan terbiasa”. Aku pun hanya mengangguk pelan sebagai tanda mengiyakan. Paling tidak, anggukanku setidaknya bisa menyenangkan hatinya.
Disisi lain, untuk aktivitas memasak, aku memang belum semahir ibuku dan ibu mertua. Ia pun hanya berpesan, ”Belajar saja, insyaallah lama kelamaan pasti bisa”. Jujur saja, dengan sikapnya yang penuh pengertian itu, aku semakin malu dan sungkan. Pernah suatu kali aku memasak sayur sop, entah rasanya seperti apa, ia hanya memuji sembari memberi masukan bahwa masakanku akan lebih enak bila ditambahkan gula dan garam. Lagi-lagi aku sadar, diriku masih banyak kekurangan. Sikap sabarnya semakin terlihat saat aku melahirkan anak pertama dan sempat mengalami baby blues syndrome, saat itu perasaanku kacau, cemas dan seringkali emosional. Ia begitu sabar mendengar ucapan dan tindakanku. Tak jarang aku memasang wajah cemberut saat sedang bertengkar dengannya. Ia hanya berujar pelan,” “Jelek loh wajahnya kalau begitu, cobalah tersenyum,” pintanya. 
Sumber : Salah satu ekspresi Selfie
Hingga ada satu moment  menarik yang barangkali memang jalanku untuk memetik sebuah hikmah. Saat itu, selepas makan siang bersama, aku dan dua orang sobatku, Mbak Dyah dan Mbak Anti berbincang mengenai pengalamannya mereka menjadi seorang istri. Diantara kami bertiga, aku dan Mbak Dyah sama-sama baru menikah, kami pun sedikit banyak curhat dengan Mbak Anti yang usia pernikahannya lebih lama dibandingkan dengan kami berdua. Mbak Anti bercerita tentang sebuah hadist yang menjelaskan bahwa ridha suami menjadi sangat penting bagi seorang istri. 
Aku menyimak dengan seksama ceritanya, hingga satu hal cukup membuatku terenyuh adalah saat Mbak Anti ini menceritakan kisahnya dengan suaminya, ia sempat bertanya apakah suaminya ridha atasnya, suaminya pun menyampaikan bahwa ada satu kesalahan yang telah dilakukan oleh Mbak Anti yang tergiang dalam benak suaminya. Hingga menganjal hati suaminya. Hal itu membuat Mbak Anti sedih. Karena ingat dengan hadist tentang keridhaan suami. Ucapan maaf terlontar dari mulut Mbak Anti, hingga membuat suaminya pun memaafkannya. Bahkan temanku ini berkata, bahwa ketika ia meninggal nanti, ia berdoa agar suaminya ridha padanya. Aku dan Mbak Dyah sempat berkaca-kaca mendengarnya. Selepas dari perbincangan tersebut, aku mencari informasi mengenai hadist yang disampaikan Mbak Anti tadi. 

“Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dalam keridhaan suami akan masuk surga (H.R Ibnu Majah dan Tirmidzi)”

Terus terang aku sempat menangis saat itu, perasaan menyesal dan bersalah menyelimuti hatiku. Aku mengingat moment dimana seringkali aku merasa jengkel dan kesal, membantah ucapan suami hingga cemberut ketika marah padanya. Kuceritakan hal itu pada suamiku, tak terasa butiran kristal mengambang dan hendak jatuh, ia pun hanya tertawa renyah mendengarkan ceritaku. Bahkan ia berujar, “Sebaik-baik kalian (para suami) adalah yang paling baik terhadap istrinya, sikapmu membuatku belajar untuk bisa bersabar dan dirimu adalah lahan ibadahku jug,”ujarnya. Tak kuasa aku menahan haru, tangiskupun pecah. Aku mendekapnya dan ia membelaiku pelan. 
Dari satu kisah sederhana tersebut, aku semakin sadar bahwa menjadi menjadi seorang perempuan yang menyandang status istri harus senantiasa sering berintropeksi diri agar mendapatkan ridha dari suami. Menjadi istri solehah tidak mudah, pun juga tidak sulit. Asal ada niat dan kemamuan. Benar kiranya bahwa istri solehah merupakan mutiara yang tak ternilai harganya. 
Saat dimana aku dan suamiku bertengkar, aku mencoba mengingat kisah Mbak Anti yang ingin mencari ridha suaminya. Hingga kini aku berupaya menekan egoku. Aku pun meminta suamiku untuk senantiasa sama-sama saling mengingatkan. Karena kami memang hanya manusia biasa yang tak pernah luput dari khilaf dan dosa. 
Bukankah, cinta yang dibina dalam sebuah rumah tangga akan memang seharusnya karena Allah, diniatkan untuk beribadah, termasuk didalamnya definisi cinta sebagai suatu bentuk pengorbanan. Paling tidak pengorbanan untuk menekan ego kita yang terlampau tinggi. Di penghujung sujud, tiada kata yang indah selain doa yang kupanjatkan untuk kekasih hati yang insyaallah semoga hingga dunia dan akhirat nanti. Amiin.

“Ya Allah , Ya Tuhanku, Aku hanyalah manusia biasa, aku seorang perempuan yang ingin menjadi istri solehah serta ingin bisa menjadi istri solehah yang dirahmati, dikasihi, serta menjadi permaisuri dalam singgasana hati suamiku. Berikanlah suamiku kemudahan rezekinya, kesehatan untuknya, keberkahan dalam usianya dan rezekinya agar apa yang ia peroleh membawa kebaikan dan keberkahan bagi kami sekeluarga baik di dunia maupun di akhirat. Aamiin.”

2 komentar

Terimakasih telah berkunjung Ke Blog Saya, rekan-rekan yang budiman (^_^)