sumber : bengkulu.antaranews.com |
Untuk
menuju ke rumahku yang berada di area lingkar timur. Biasanya aku dapat
memilih antara warna hijau dan merah. Tapi jangan salah, disini, kita
perlu memastikan dengan mengutarakan tujuan kita kepada sopir angkutan.
Tujuannya agar kita tidak salah naik angkutan. Jalanan di Bengkulu
memang tidak macet seperti di ibukota. Aku hanya membutuhkan waktu
sekitar 15 menit untuk sampai di Pasar Panorama (tempat pemberhentian
angkutan) yang letaknya memang dekat dengan tempat tinggalku. Waktu
tempuh tergantung kecepatan sang sopir juga. Kadangkala yang cukup
menjengkelkan adalah ketika ngetem (berhenti untuk mencari penumpang)
dengan waktu yang cukup lama. Sehingga waktu sampai pun bisa jadi molor.
Dari tempat aku turun, aku masih harus berjalan kaki menuju ke rumahku,
kurang lebih sekitar 8 menit berjalan kaki. Hal ini pun berlanjut
hingga aku menginjak Sekolah Menengah Pertama.
Jarak antara rumahku ke SMA memang lebih dekat ketimbang saat SMP dahulu. Untuk menuju ke rumahku, ada dua alternatif jalur, yakni melewati sawah lebar dan tebeng atau melewati jalur tanah patah. Aku kerap menggunakan kedua angkutan tersebut secara bergantian. Tergantung mana yang cepat dapat ketika menunggu. Kebiasaan tersebut berlanjut hingga aku kelas 3 SMA. Bahkan karena menggunakan angkutan umum, aku beberapa kali mendapatkan teman baru. Kebetulan temanku tersebut seringsekali menggunakan angkutan yang sama denganku. SMA kami memang berbeda, namun letaknya seperti bertetangga. Usut punya usut, dia rupanya tetangga yang berbeda gang. Sejak saat itu,perjalanan menuju ke sekolah kami isi dengan bercerita berbagai pengalaman.
Kala itu, tarif sekali naik angkutan memang cukup besahabat dikalangan pelajar. Tarif yang dikenakan berbeda nominal antara pelajar dan umum. Kalau tidak salah ingat, sekitar Rp 1.000/sekali jalan untuk pelajar dan Rp 2.000/sekali jalan untuk umum. (Barangkali berbeda dengan zaman sekarang). Kemungkinan sudah naik. Kebiasaan naik angkutan terhenti sejak aku merantau untuk meneruskan sekolah ke Perguruan Tinggi.Karena saat itu, jarak antara kosan dan kampus dapat ditempuh dengan berjalan kaki.
Pengalaman naik angkutan bagiku memang memberikan kesan tersendiri hingga kini. Saat ini, adikku terkecil lah yang akhirnya memiliki kebiasaan naik angkutan ketika berangkat dan pulang sekolah. Kebetulan ia bersekolah ditempat yang sama denganku saat SMA dulu. Beberapa waktu lalu dia sempat bercerita bahwa dirinya lupa membawa uang untuk membayar ongkos angkutan. Beruntung saat itu ia bertemu dengan salah satu kolega orangtuaku yang dengan berbaik hati membayarkan ongkos angkutannya.
Nah, tips juga bagi kita yang hendak menggunakan angkutan umum, sebaiknya sudah bersiap untuk menyediakan ongkos ketika hendak naik angkutan (syukur-syukur dapat dibayar dengan uang pas). Selain itu, ketika naik angkutan umum, kitapun sebaiknya juga perlu berhati-hati dengan berbagai kasus kejahatan yang sekarang ini sudah marak terjadi. Ingat kata Bang Napi "Kejahatan tidak hanya terjadi karena ada niat dari pelaku, tapi juga karena ada kesempatan". Jadi tetap waspada, serta jaga baik-baik barang bawaan ketika naik angkutan umum. Sebaiknya tidak memakai perhiasan yang mencolok mata, nah banyak himbauan juga yang mengatakan sebaiknya tidak menerima makan dan minuman dari orang yang tidak dikenal.
Tulisan ini dalam rangka mengikuti tantangan nulisserempak dari #BloggerBengkulu
Tidak ada komentar
Terimakasih telah berkunjung Ke Blog Saya, rekan-rekan yang budiman (^_^)